Mengenal Penyakit HIV/AIDS dari Film "Confessions"
Di film tersebut memang tidak dijelaskan secara detail tentang penyakit HIV/AIDS yang diderita oleh ayah Hanami. Ia diceritakan sebagai seorang penulis terkenal yang akhirnya mengidap HIV. Awalnya ia hanya menderita HIV saja namun seiring berjalannya waktu penyakit tersebut berubah menjadi AIDS.
"Loh, apa bedanya HIV dan AIDS? Bukannya mereka sama?"
Daripada kalian bingung, ayo kita mulai membedah penyakit ini π
Masalah HIV/AIDS saat ini merupakan sebuah masalah yang juga cukup meresahkan setiap negara di dunia. Banyak penelitian terkait infeksi HIV yang membawa hasil positif. Upaya-upaya pencegahan seperti perilaku hidup sehat, penggunaan kondom, serta pencegahan pemakaian jarum suntik secara bersama juga turut mengambil bagian dalam hasil positif tersebut.
A. DEFENISI
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS merupakan tahap terakhir dari infeksi HIV (Djoerban dan Djauzi, 2014).
B. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
1. Infeksi HIV dapat melalui 3 cara yaitu seksual, parenteral, dan perinatal. Hubungan seks anal dan vaginal merupakan transmisi yang paling umum untuk terjadinya infeksi. Individu yang memiliki genital ulcers atau penyakit kelamin seperti syphilis, chancroid, herpes, gonorea, Chlamydia dan trichomoniasis juga memiliki risiko yang besar untuk tertular HIV.
2. Penggunaan jarum suntik secara bersama-sama juga merupakan sumber transmisi HIV secara parenteral.
3. Infeksi perinatal atau transmisi secara vertikal juga merupakan salah satu penyebab paling umum terjadinya infeksi HIV pada anak-anak. Risiko transmisi dari ibu ke anak kemungkinan sebesar 25% jika melakukan ativitas menyusui dan tidak melakukan terapi ARV atau antiretroviral.
4. Tenaga kesehatan memiliki risiko kecil untuk terinfeksi HIV di tempat kerja. Kebanyakan terjadi karena kecelakaan seperti tertusuk jarum ODHA atau Orang dengan HIV dan AIDS (DiPiro, dkk., 2015).
Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV. Limfosit CD4+ berfungsi mengoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif (Djoerban dan Djauzi, 2014).
C. GEJALA
Pada orang dewasa:
1. Demam, tenggorokan kering, lemas, penurunan berat bedan, dan myalgia atau nyeri otot.
2. 40-80% pasien menunjukkan ruam morbiliform atau maculopapular
3. Diare, mual, dan muntah
4. Limfodenopati, keringat pada malam hari
5. Aseptic meningitis
6. Peningkatan viral load (kemungkinan dapat melebihi 1 juta replikasi/mL
7. Penurunan limfosit CD4 secara persisten (DiPiro, dkk., 2015).
D. DIAGNOSA HIV
Diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan melakukan 2 metode pemeriksaan yaitu pemeriksaan serologis dan virologis. Hasil pemeriksaan anti-HIV pada anak >18 bulan, remaja, dan dewasa dapat berupa reaktif, non-reaktif (negatif) dan tidak dapat ditentukan (inkonklusif). Hasil pemeriksaan HIV dikatakan positif jika:
1. Tiga hasil pemeriksaan serologis dengan 3 metode atau reagen berbeda menunjukkan hasil reaktif.
2. Pemeriksaan virologis kuantitatif dan kualitatif terdeteksi HIV (Kementerian Kesehatan, 2019).
Pemeriksaan HIV dilakukan jika memiliki keadaan seperti:
1. Infeksi menular secara seksual
2. Pasangan atau anak:
a. diketahui positif HIV
b. mengidap HIV atau penyakit yang terkait dengan HIV
3. Kematian pasangan muda yang tidak jelas penyebabnya
4. Pengguna NAPZA suntikan
5. Pekerjaan yang berisiko tinggi
6. Aktif secara seksual dan mempunyai banyak mitra seksual (Alwi, dkk., 2015)
E. STADIUM Menurut WHO
1. Stadium 1: asimtomatik
2. Stadium 2: berat badan turun <10%, manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur kuku, ulkus oral rekuren, cheilitis angularis), herpes zoster dalam 5 tahun terakhir, infeksi saluran nafas atas rekuren
3. Stadium 3: berat badan turun >10%, diare yang tidak diketahui penyebabnya >1 bulan, demam berkepanjangan >1 bulan, kandidiasis oral, oral hairy leucoplakia, tuberkulosis paru, infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis)
4. Stadium 4: HIV wasting syndrome, Pneumonia Pneumocystis Cerinii, tokoplasma serebral, kriptosporidiosis dengan diare >1 bulan, sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa, atau kelenjar getah bening, infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1 bulan) atau viseral, kandidiasis esofagus, trakea, dan bronkus, tuberkulosis ekstrapulmonal, limfoma, sarkoma kaposi, ensefalopati HIV (Kementerian Kesehatan, 2014).
F. PENCEGAHAN
1. Menggunakan kondom ketika melakukan seks karena dapat mengurangi transmisi penularan virus (DiPiro, dkk., 2015).
2. Melaui pengobatan ARV (Kementerian Kesehatan, 2019).
Pemberian ARV lebih dini dapat menurunkan penularan HIV sebesar 93% pada pasangan seksual non-HIV (pasangan serodiskordan).
3. Pengobatan infeksi menular seksual yang konsisten dengan panduan yang tepat (Kementerian Kesehatan, 2019).
4. Pencegahan penularan infeksi HIV dari ibu ke anak melalui penanganan secara komprehensif dan berkelanjutan pada perempuan dengan HIV sejak sebelum kehamilan hingga setelah kehamilan serta termasuk penanganan bayi lahir dari ibu HIV (Kementerian Kesehatan, 2019).
G. PENGOBATAN
1. Pengobatan ARV merupakan bagian dari pengobatan HIV dan AIDS untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik, meningkatkan kualitas hidup penderita HIV, dan menurunkan jumlah virus (virus load) dalam darah sampai tidak terdeteksi.
2. Kepada siapa diberikan ARV?
a. Penderita HIV dewasa dan anak usia >5 tahun yang telah menunjukkan stadium klinis 3 atau 4 atau jumlah sel limfosit T CD4+ kurang dari atau sama dengan 350 sel/mm3
b. Ibu hamil dengan HIV
c. Bayi lahir dari ibu dengan HIV
d. Penderita HIV bayi atau anak usia <5 tahun
e. Penderita HIV dengan TBC
f. Penderita HIV dengan hepatitis B dan hepatitis C
g. Penderita HIV pada populasi kunci
h. Penderita HIV yang pasangannya negatif dan/atau
i. Penderita HIV pada populasi umum yang tinggal di daerah epidemi HIV meluas (Kementerian Kesehatan, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, I., Salim, S., Hidayat, R., Kurniawan, J., Tahapary, D.L. (ed). 2015, Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan Praktik Klinis, Interna Publishing, Jakarta Pusat.
DiPiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., DiPiro, C.V. 2015, Pharmacotherapy Handbook, 9th edn, McGraw-Hill Education, United States.
Djoerban, Z. dan Djauzi, S. 2014, 'HIV/AIDS di Indonesia', in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi keenam, Jilid I, Interna Publishing, Jakarta Pusat, pp 887, 889.
Kementerian Kesehatan. 2019, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/90/2019, tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana HIV, Jakarta, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014, tentang Pedoman Pengobatan Antiretroviral, Jakarta, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.